
Pementasan "Godok" di Gedung Hoerijah Adam ISI Padang Panjang
Padang Panjang, sumbarsatu.com—Dua pementasan teater mengawali Pekan Apresiasi Teater (PAT) VI antarsekolah seni dan kelompok independen di Indonesia yang digelar di kampus ISI Padang Panjang, Senin malam (12/10/2015), berhasil berkomunikasi dengan ratusan penonton. Mereka terhibur.
Pertunjukan “Godok” yang diberi penghormatan pembuka panggung PAT VI ini, dengan sutradara Mahatma Muhammad dari Komunitas Seni Nan Tumpah Padang, sukses melempar sindiran-sindiran tajam, ironik, dan malah sarkastis terhadap para pengambil kebijakan dan pers media massa negeri ini.
Tagline para calon gubernur yang ikut dalam pilkada Sumbar pun dijadikan dialog-dialog mancimeeh ala orang Minang oleh seorang janang yang gestur dan karakternya dimiripkan dengan tokoh motivator terkenal di Indonesia. Kabut asap pembakaran hutan yang tiga bulan terakhir membungkus sebagian Sumatera, juga tak luput disindir habis. Pers yang hanya mengejar pariwara atau berita berbayar dari calon-calon kepala daerah, dikoyak-koyak di atas panggung. Semua disampaikan dengan bahasa yang telanjang.
Naskah yang ditulis Karta Kusumah ini, sarat makna gugatan terhadap realitas kekinian. Kustum sebagian pemain yang terbuat dari kertas koran, tak bisa kita pungkiri, representasi hari ini: Masyarakat hidup dalam cengkraman media dan sulit untuk melepaskan diri.
Kendati dibalut dengan komunikasi bahasa yang cenderung verbalistis, “Godok” terselamatkan dengan narasi-narasi sarat makna nan filosofis yang dibawakan ekspresif aktor Muhammad Ibrahim Ilyas.
“Pementasan “Godok” malam ini berhasil mensenyawakan verbalistis dan filosofis simbolis sehingga penonton membawa sesuatu di kepalanya masing-masing, kendati perlu diedit berbagai repetisi di dalamnya. Banyak pengulangan gerak yang terkesan tak berisi,” kata seorang mahasiswa teater ISI Padang Panjang.
Setelah pementasan “Godok”, PAT VI menghadirkan “One Love” di Teater Arena Mursal Esten yang dibawakan Akedemi Kesenian Melayu Riau (AKMR) dengan sutradara Zulqaidil.
“One Love” mengisahkan seorang karyawan bernama Pak Udik yang dinilai pengkhianat oleh perusahaan. Nyawa Pak Udik terancam. Ia dicari segerombolan pembunuh bayaran. Karena takut kehilangan nyawanya, Pak Udik dibantu hantu dan jin. Dukun pun bertindak.
Pementasan “One Love” yang naskah ditulis Hasan Husain ini terasa monoton tanpa adanya kejutan.
“Nyaris 60 menit pertunjukan “One Love”, saya tak merasakan simbol yang bisa mengaitkan pikiran saya adegan di panggung. Pemain tidak natural. Terkesan dipaksa-paksakan. Seharusnya mereka bermain tanpa beban. Tapi persoalan yang diangkat sesuai dengan tema PAT,” kata Nuu Dee, seorang mahasiswa teater ISI Padang Panjang, yang juga seorang pencipta lagu Minang.
PAT VI Dibuka dengan Orkestra
Sebelumnya, Senin siang, open ceremony PAT VI di Gedung Hoerijah Adam, oleh Rektor ISI Padang Panjang, diisi pertunjukan Orkestra Simfoni, Tari Gelombang, Silat, Pantomine, dan pemutaran video Bumper PAT #6, tampil memukau ratusan penonton.
Nurkholis, sang konduktor mengatakan, Orkestra Simfoni, memainkan tiga repertoir unik, yaitu Opera Simarantang, Langkisau Simarantang oleh Yoesbar Djaelani, serta Elo Pukek Nusantara oleh Nurkholis.
“Karya ini dipilih untuk memegahkan Pekan Apresiasi Teater VI di Gedung Pertunjukan Hurijah Adam ISI Padangpanjang. Harapan ke depan, kampus seni ini semakin nyata dan dewasa dalam upaya pelahiran seniman berbudaya tinggi, dan tahun berikut mesti dibuat Pekan Apresiasi Simfoni Nasional,” kata Nurkholis. (NA)